Sobat Inspirasi, ternyata rejeki seseorang sudah ditakdirkan Allah SWT sendiri-sendiri, banyak UMKM yang mengeluh dikarenakan berkurangnya pelanggan di masa pendemi ini, namun Alhamdulillah sate pinggir jalan Mba Juju masih bisa eksis. Setiap harinya sekitar 1.500 tusuk sate ayam ala Madura habis terjual hanya sekitar 5 jam saja.
Sate nan enak dan gurih ini memang khas ala Madura, dengan bumbu kacangnya yang nylemakin dan sedikit manis ini, membuat masyarakat sekitar kecamatan Karangmoncol selalu datang dan datang lagi. Biasaya pelanggan membeli sate untuk lauk makan malam, juga digunakan untuk kegiatan keluarga, seperti kenduren atau tahlilan.
Sate Khas Madura Mba Juju banyak yang suka dari anak-anak sampai orang tua, selain potongan ayamnya yang besar-besar, juga rasanya luar biasa. Para pelanggannya sekitaran kecamatan Karangmoncol, malah kata Mba Juju pelanggannya ada yang datang dari Desa Sirau, yang nota bene sekitar 15 km dari tempatnya berjualan.
Satu porsi sate khas Madura ini dijual 12 ribu rupiah yang berisi 12 tusuk sate ayam. Untuk membuat 1.500 tusuk sate, dibutuhkan sekitar 30 kg ayam. Belanja bisanya dilakukan pagi hari sekitar jam 7 pagi, sudah dalam bentuk ayam potong yang sudah dibersihkan, serta membeli bumbu-bumbu dan kacang. Kemudian mulai jam 8an sudah memulai membuat potongan kecil-kecil, untuk dibuat sate.
Kemudian jam 4 sore gerobak sate sudah mulai di tata di pertigaan Pasar Manis, Karangmoncol dan sudah siap melayani pemebeli. Sate ini tutup sekitar jam 09.30 malam, jika habis sebelum pukul itu langsung pulang tidak nambah lagi.

Terkait bahan bakar sate, dalam hal ini arang, dibeli di Desa Kertaneara, satu kilonya dibeli seharga 4 ribu rupiah untuk arang kayu sedangkan untuk arang batok kelapa dibelinya seharga 7 ribu rupiah. Arang dari Desa Kertanegara lebih berkualitas dibandingkan dari yang lain, lebih kering dan awet.
Untuk membakarnya Mba Juju menggunakan kipas bambu juga dibantu kipas listrik. Dulu saat masih muda masih menggunakan kipas bambu sekarang dibantu dengan kipas listrik. Ini sangat membantu proses matangnya sate. Secara rasa masih tetap sama antara kipas bambu full dengan kipas listrik.
Mba Juju juga bercerita, berjualan di Karangmoncol sudah lebih dari sepuluh tahun. Ketika sampai di Karangmoncol, langsung mengurus kepindahannya dan sekarang sudah betah menjadi penduduk Kecamatan Karangmoncol, tepatnya di Desa Pekiringan.
Seorang diri, Mba Juju berjualan di pasar Manis Karangmoncol, sedangkan suaminya berjualan di Desa makam tepatnya di depan pasar Makam, Kecamatan Rembang.
Selain sate, Mba Juju juga berjualan kupat plastik, walapun tidak terlalu banyak. Kupat plalstik ini sedianya disediakan untuk jaga-jaga jika ada pelanggan yang akan makan ditempat, namun pelanggan juga bisa membelinya, satu kupat plastik dihargai seribu rupiah saja. (Sap’$)