Wisata ‘Rasa Soedirman’ di Tempat Lahir Sang Jenderal

Sobat Inspirasi, Rizki, siswa kelas 3 Sekolah Dasar Negeri 3 Makam, Kecamatan Rembang berkerenyit menahan berat tandu yang membebani pundaknya. Namun, senyum tetap tersungging di bibirnya. Raut riang tampak benar di wajahnya.

Saat ada teriakan ‘Merdeka!!’, Ia pun membalas pekik yang sama dengan semangat membara. Saat pemandu berteriak ‘Panglima Besar Jenderal Soedirman’, Ia dan juga teman-temanya menjawab lantang ‘Idolaku!’.

“Cape ya, apalagi Jenderal Soedirman yang harus bergerilya melawan penjajah,” ujar anak yang bercita-cita ingin menjadi tentara itu. Rizki pun bertekad akan meneladani semangat ‘Sang Jenderal’ yang ternyata lahir tak jauh dari tempat tinggalnya.

Rizki adalah salah satu dari 15 siswa yang mengikuti kegiatan wisata edukasi ‘Rasa Soedirman’ yang berlangsung di Monumen Tempat Lahir (MTL) Jenderal Soedirman yang ada di Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga. Acara itu diselenggarakan oleh Bidang Pariwisata Dinporapar bekerjasama dengan Tourism Information Center (TIC), Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) dan pengelola MTL Jenderal Soerdirman.

“Hari ini sebuah sinergi berbagai pihak dilaksanakan untuk menggelorakan Purbalingga sebagai bumi tempat lahir Panglima Besar Jenderal Soedirman,” ujar Kepala Bidang Pariwisata Dinporapar Gunanto Eko Saputro yang juga turut menjadi pemandu, Selasa (15/03).

Sang Jenderal adalah pahlawan nasional kebanggaan Purbalingga sebab di kabupaten dengan sebutan ‘Bumi Perwira’ itulah Soedirman dilahirkan. “Oleh karena itu, kami membuat kemasan paket wisata sejarah berlatar kisah panglima TNI pertama di Indonesia itu, semua kegiatannya kami beri sentuhan ‘Rasa Soedirman’,” ujarnya.

Paket wisata sejarah ‘Rasa Soedirman’ itulah nantinya yang akan ‘dijual’ oleh pengelola MTL Soedirman yang saat ini dibawah naungan Perumda Owabong. “Hari ini kami membuat semacam pilot project yang menjadi standar wisata edukasi yang akan dilaksanakan di sini. Harapannya wisatawan yang datang akan menghayati perjuangan Jenderal Soedirman di tanah kelahirannya,” ujarnya.

Kegiatan yang dilaksanakan dimulai dari sesi perkenalan, ice breaking, dilanjutkan tour musium dan penjelasan mengenai koleksi dan diorama yang ada di museum. Setelah itu, ada penjelasan sejarah dan kiprah ‘Sang Jenderal’. Berikutnya ada ‘Games Rasa Soedirman’, diantaranya membuat Teh Tiyung, teh kesukaan Pak Dirman berupa teh tubruk, gula batu dan jeruk nipis yang diseduh air panas. Kemudian, main bola kaki khusus kaki kiri, sebab menurut cerita Pak Dirman jago main bola, seorang bek handal yang kuat di kaki kiri. Setelah itu, permainan ‘Usung Tandu’ untuk meneladani perjuangan beliau selama bergerilya melawan penjajahan Belanda.

Usai selesai semua kegiatan, rehat untuk menikmati sajian. Lagi-lagi spesial, kudapannya dodol / jenang dari Ciplukan, buah eksotis yang disukai Pak Dirman. Lalu, makanan utamanya paduan nasi jagung, urab dan iwak peyek, sajian tradisional yang konon juga disukai oleh Sang Jenderal.

Sementara itu, Ketua TIC Bambang Eddy Siswondo menyatakan pihaknya siap untuk menginformasikan dan memasarkan wisata sejarah tentang Jenderal Soedirman di tanah kelahirannya. “Wisata ‘Rasa Soedirman’ ini akan melengkapi paket-paket wisata di Purbalingga,” katanya.

Bambang optimis wisata di Purbalingga akan semakin diminati ke depannya. “Saat ini covid sudah melandai, semoga wisata segera menggeliat dan wisata sejarah Jenderal Soedirman ini bisa menjadi pilihan yang menarik,” ujarnya.

Abu Suratin, manajer MTL Soedirman pun menyatakan komitmenya untuk membumikan keteladanan Pak Dirman melalui wisata. “Kami berterimakasih dengan sinergitas ini dan semoga terus dilanjutkan,” ujarnya.

Sebagai informasi, Panglima Besar Jenderal Soedirman dilahirkan di Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga pada 24 Januari 1916. Beliau wafat pada 29 Januari 1950 setelah memimpin perang gerilya melawan Agresi Militer Belanda dalam kondisi sakit. Atas jasa dan perjuangannya, Jenderal Soedirman ditetapkan sebagai pahlawan nasional

MTL Jensud Titik Kumpul Goweser

Sobat Inspirasi, 24 Januari kemarin merupakan tanggal lahir Panglima Besar Jenderal Soedirman, salah pahlawan Nasional Indonesia yang ikut berjuang memperjuangkan kemerdekaan RI. Sebagaimana diketahui Pangsar Jenderal Soedirman lahir di Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga.

Untuk mengenang perjuangan Pangsar Jenderal Soedirman sama pemerintah didirikan monumen tempat lahir yang kita kenal MTL Jensud, di Desa Bantarbarang Kecamatan Rembang. Disana ada boirama dalam bentuk relief terkait biografi Pangsar Jenderal Soedirman.

Terkait dengan hal tersebut, ternyata MTL Jensud menjadi hal yang menarik bagi goweser yakni menjadikan titik kumpul bagi para goweser. Ada berbagai komunitas goweser yang menjadikan MTL ini berbagai kegiatan, seperti Gowes Bareng (gobar) atau kegiatan sosial lainnya.

Menurut salah satu Goweser asal Purbalingga, Tri Pitoyo, MTL menjadi favorit titik kumpul bagi goweser dikarenakan lokasinya strategis, lokasi parkirnya lebar sehingga bisa muat banyak orang. MTL juga menjadi wahana bagi kita untuk meningkatkan semangat patriotisme sebagai anak bangsa.

Baca Juga :

Gobar Paling Unik, dan Meriah

Bojoku Idolaku

Gowes Bareng

” Kita merasa bangga dengan kepahlawanan Pangsar Jenderal Soedirman yang lahir di Desa Bantarbarang. Dan disini juga banyak kuliner yang bisa dicoba sama goweser. Dari menu goreng-gorengan, bakso juga ada soto. Ada lagi menu kupat palstik dan mendoan yang nyami,” katanya.

Selain MTL di Purbalingga juga banyak titik kumpul para goweser, seperti jembatan merah Pepedan-Tegalpingen, Alun-alun Purbalingga, Taman Usman Janatin, Jembatan Gantung Bokol-Sumilir, juga Jembatan Kalijaran Karanganyar. Dan tentunya banyak yang lainnya walaupun tidak terlalu favorit bagi para goweser, khususnya untuk wilayah Purbalingga.

Meningkatkan kasus Covid-19 di Purbalingga akhir-akhir ini tentunya menjadi evaluasi bagi temen-temen goweser untuk sementara tidak melakukan Gobar sampai kondisi memungkinkan untuk Gobar.

Hal tersebut dikatakan oleh ketua Komunitas Sepeda Purbalingga (KSP), Sayono saat Gobar terakhir di Bulan November 2020 tahun lalu, saat kegiatan ulangan tahun Komunitas Sepeda Bantarbarang (Koseba) di eks wisata jembatan pelangi.

Namun demikian olahraga sepeda secara mandiri harus tetap dilakukan, tentunya dengan menggunakan protokol kesehatan. Seperti menggunakan masker saat istirahat, dan selalu menjaga jarak aman serta selalu membawa hand sanitizer.

” Harapannya jika selalu berolahraga, diharapkan imun tubuh meningkat sehingga tubuh bakan selalu sehat,” pungkasnya. (Sap”$)

Kakek Usia 75 Tahun Masih Kuat Menambang Pasir

Sobat Inspirasi, Suteri, walaupun sudah berumur namun masih terlihat kuat untuk membawanya pasir atau batu dari sungai ke area pangkalan. Jarak dari area pencarian batu dan pasir sekitar 20 meter. Dengan gerobak angkongnya Suteri berjalan menyusuri Sungai Karang untuk mencari penghasilan dimasa senjanya.

” Saya tidak mau hanya dikasih makan sama anak, namun selama lutut saya masih bisa menopang tubuh maka saya akan terus bekerja. Dan harapannya sampai akhir hayat akan terus bekerja. Walaupun kerjanya sekarang sudah tidak maksimal seperti dulu semasa mudanya,” kata Suteri dalam bahasa jawanya.

Suteri merupakan salah satu penambang galian C tradisional yang ada di pangkalan Desa Rajawana, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga. Adanya penambangan galian C meningkatkan geliat ekonomi bagi sebagian warga desa.

Dengan adanya penambangan pasir dan batu mereka bisa hidup, bisa menyekolahkan anak-anaknya dan juga bisa untuk mencicil kendaraan roda dua. Kalau di desa lain terjadi penolakan akibat galian C, di tempat pangkalan Suteri tidak ada gejolak dikarenakan mereka menambangnya secara tradisional.

Tidak ada lahan yang terkeruk habis, tidak ada lahan yang longsor, tidak ada jalan “insfratruktur” yang menjadi wisata jeglongan sewu. Kearifan lokal selalu diterapkan guna kelestarian lingkungan, batu dan pasir akan selalu hadir seiring dengan derasnya aliran sungai, sehingga tidak perlu ngoyo, dan selalu mensyukuri apa yang didapat hari itu.

Untuk setiap harinya Suteri menargetkan pendapatan sekitar 10 ribu rupiah per hari, insyallah didapatkan, baik itu berupa pasir atau batu. Pendapatan digunakan untuk membantu ekonomi keluarga dan membeli lintingan tembakau.

Suteri juga bercerita dimasa mudanya merupakan sopir oplet, jurusan Rembang -Bobotsari. Setelah masa kejayaan oplet selesai kemudian beralih ke sulit truk. Pensiunan dari sopir, dikarenakan sudah merasa tua, jarak pandangnya sudah terbatas.

Untuk menjadi sopir truk juga harus mempunyai modal operasional yakni untuk membeli BBM. Kurang lebih 300 ribu rupiah harus di rogoh dari koceknya, namun pendapatan jadi sopir, sekarang tidak sebanding dengan capaiannya. Paling banter hanya 50-100 ribu rupiah seharinya.

Ditahun 90 akhirnya, Suteri memutuskan untuk berhenti dari supir truk. Berganti menjadi penambangan pasir bersama warga yang lainnya. Pekerjaannya lebih santai, lebih dekat dari rumah, walaupun penghasilan sedikit berkurang, namun lebih banyak berkumpul bersama keluarga.

Satu rit Colt terbuka hasil tambangnya berupa pasir atau batu dihargai 90 ribu rupiah. Kalau sehari bisa menjual 2 rit sudah dapat 180 ribu, lumayanlah untuk bisa membantu ekonomi keluarga.

Anak pertamanya dan cucunya pun mengikuti jejaknya jadi penambangan pasir dan batu. Suteri mempunyai 7 anak yang semuanya sudah berkeluarga, ada yang dicilacap, ada yang di Banjarnegara, dan sisanya ada di sekitar kabupaten Purbalingga.

Suteri berkeluh kesah, jika dulu bersekolah mungkin nasibnya tidak seperti sekarang, menjadi penambangan pasir. Namun demikian Suteri tidak pernah putus asa. Suteri masih terlihat sehat dan kuat. (Sap’S)

Air Terjun Tanalum, Wisata Petualangan Kelas Internasional

Desa Tanalum, Kecamatana Rembang, cukup terkenal hal ini karena di wilayah tersebut terdapat enam curug (air terjun) yang sangat eksotik. Keenam curug mempunyai berbagai keindahan yang berbeda satu sama lain. Tempatnya yang, agak berdekatan sangat cocok untuk minat wisata petualangan.

Keenam curug itu adalah Curug Aul, Curug Karang, Curug Sendang, Curug Gogot, Curug Panyatan dan Curug Nagasari serta Curug Lampeng. Potensi air terjun Tanalum sangat prospektif dan layak dikembangkan, bukan hanya klas nasional, tetapi klas internasional. Karena pada salah satu curug yakni curug Aul bisa dilakukan wisata canyoning.

Canyoning itu sendiri merupakan teknik menuruni tebing dengan seutas tali dengan kemiringan tertentu. Dengan cipratan air curug dan keterjalan tebing curug membuat sensasi sendiri bagi peminat wisata ini. Bagi orang awam juga bisa melakukannya juga bisa melakukannya, dengan dipandu tim dan dilakukan pelatihan dasar-dasar teknik panjat tebing.

Dengan peralatan keselamatan yang terjaga, dan dibutuhkan mental yang tinggi, serta ketangkasan teknik canyoning menjadi pilihan wisata yang menarik. Selain itu kesehatan juga menjadi factor penting. Orang yang terkena penyakit jantung tidak diperkenankan ikut dalam wisata ini.

Baca Juga :

Puncak Sendaren Riwayatmu Kini

Siregol Land, Wisata Alam Yang Menakjubkan

Curug Nagasari difoto sebelum pandemi

Pengembangan wisata ini mungkin akan sedikit berbeda dengan pengembangan wisata lainnya, karena wisata ini lebih kepada pengembangan wisata berwawasan lingkungan. Jalan tembus menuju sejumlah curug ini sudah ada, dan dibiarkan secara alami.

Karena masih bentuk potensi ke enam curug ini memang perlu pengembagan terutama infrastruktur jalan menuju jalan setapak, namun demikian bagi yang suka berpetualangan tentunya jalan bukan menjadi penghalang untuk menikmati wisata ini.

Kecuali Curug Karang, pengunjung sudah bisa langsung kesana baik dengan roda empat atau roda dua. Tempat parkirnya juga lumayan representative dan luas, dengan membayar Rp. 1.000,- untuk roda dua dan Rp. 2.000.- untuk roda empat pengunjung langsung disuguhi gemricik suara  air terjun dari ketinggian 50 meteran. Pengelolaan pokdarwis dilakukan secara sederhana yang dikelola oleh Pokdarwis Desa Tanalum.

Seteleh menikmati indahnya Curug Karang, disana juga ada warung gorengan yang dikelola secara sederhana. Dengan menu mendoan anget dan kupat plastik dan segelas kopi panas, sungguh menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Untuk menu seperti itu pengunjung hanya merogoh kocek untuk segelas kopi Rp. 3.000,- mendoan Rp. 1.000.- dan kupat Rp. 1.000,-

Desa Tanalum juga masih dalam pengembangan wisata Mampirtapa (Desa Makam. Sumampir, Panusupan dan Tanalum). Karena dalam pengembangan wisata desa Mampirtapa untuk kesananya juga tidak susah. Sebagaimana telah di jelaskan pada tuliasan terdahulu pada Buset maka untuk mencari desa Tanalum tidaklah sulit karena bertetanggaan dengan Desa Panusupan. (Sap’S)

Kisah Petani Cincau Ditengah Pandemi

Bukan hanya buruh pabrik, bukan hanya penjual kaki lima di trotoar, bukan hanya tempat wisata juga bukan hanya para seniman yang mengalami efek pandemi. Nujiaanto (53 tahun) seorang petani cincau juga mengalami efek dari pandemi ini.

Harga cincau yang dulu menjanjikan sekarang harus harus merosot tajam dikarenakan pandemi yang belum berakhir. Dulu sebelum pandemi harga cincau satu kg nya di hargai Rp 25 ribu sekarang dihargai cuma Rp 8 ribu.

Penurunan ini disebabkan pedagang pengepul sudah tidak bisa memasok bahan baku cincau hitam yang biasa disebut janggelan untuk ekspor lagi. Ekspor yang biasanya ke Thailand, Malaysia, Singapura dan Thailand, dihentikan sementara karena kurangnya permintaan dari supplier.

Secara matematis, Nujianto dan petani cincau lainnya merasa rugi, namun demikian Nujianto tetap menanam Cincau Hitam dikarenakan tidak ada penghasilan lainnya.

Baca Juga :

Peluang Usaha dimasa Pandemi Covid-19

Ironi petani karet, ditengah pesatnya industri otomotif

Seperempat hektar lahan kebunnya, bisa menghasilkan 5 kuintal cincau kering. Kalau dijual bisa menghasilkan sekitar Rp 4 juta. Cincau bisa dipanen sekitar umur 4 bulanan sehingga rata-rata penghasilan nya sekitar 1 juta.

Itupun belum ongkos “tenaga” untuk merawat cincau salama 4 bulan belum dihitung, serta tenaga untuk menjemur cincau. Agar kering betul dibutuhkan kurang lebih 10 hari untuk menjemur cincau.

Cincau yang sudah kering kemudian digulung dengan tali dan dijual kepada pengepul. Agar penghasilan tidak rugi, disela-sela tanaman cincau, oleh Nujianto ditanami kapulaga yang dipanen satu tahun 2 kali.

Bagi para pembaca yang budiman, untuk membantu para petani Cincau mari kita budayakan untuk membeli produk cincau dan turunannya. Seperti Es Cincau, Cappucino cincau, Teh Cincau, Cincau susu dan produk minuman dan makanan olahan lainnya.

Juga perlu diketahui juga cincau juga mempunyai berbagai manfaat, selain mengobati rasa lapar juga bisa untuk mengobati penyakit. Seperti penurunan panas dalam, demam, sakit perut, diare, batuk, sariawan, pencegahan gangguan pencernaan dan sebagai penurun tekanan darah tinggi. (18/1/2021)

Asa Petani Cincau

Gurihnya “Sate Makam” Warung Ahmad Sunarso

Mendengar kata  “Sate Makam”  tentunya sebagian orang bulu kudunya berdiri, karena konotasi makam adalah kuburan. Namun bagi orang Purbalingga sudah bisa karena di Purbalingga, khususnya di Kecamatan Rembang ada desa salah satu desanya bernama Makam. Didesa ini terdapat warung makam Ahmad Sunarso yang menyediakan berbagai menu makanan dan yang paling terkenal adalah sate kambingnya.

Warung ini sudah berdiri sejak tahun 1981 atau sudah berumur 40 tahun. Bagi yang sedang diet daging, selain sate kambing, ada berbagai menu makanan yang disediakan antara lain  gulai kambing, sop kambing, ayam goreng, ayam bakar, uraban serta lodeh tempe.

Ibu Tukiyah, isteri pemilik warung mengatakan, daging kambing yang digunakan untuk sate berumur sekitar 3-4 bulan. Dalam satu kambing menghasilkan 4 kg daging.  Sebelum pandemi warung miliknya bisa menghabiskan 2 ekor kambing, namun setelah adanya pandemi hanya sekitar 2 kg daging kambing.

Baca Juga :

Gurame Bakar Duo Upik, Enaknya Edan Banget

Gule Melung, Lezatnya Ga’ Ketulung

“ Daging yang digunakan untuk sate selalu segar, sehingga kalau dibakar empuk dan gurih,” kata Tukiyah sambil membuat tusukan daging. Untuk mengelola warungnya Tukiyah dibantu  satu orang pekerja dan suaminya bertugas untuk menguliti kambing.

Untuk membakarnya Tukiyah mengunakan dua teknik yakni dibakar dengan arang dan dibakar diatas kompor gas dengan alat pembakaran yang terbuat dari teflon. Menurut Tukiyah, jika menggunakan arang untuk pemesanan lebih dari 20 porsi karena tempatnya lebih besar sedangkan kalau di bawah 20 menggunakan kompor gas. Namun menurut Tukiyah perbedaan pembakaran tidak mengurangi rasa.

Satu porsinya berisi 10 tusuk sate, nasi dan bumbu sate hanya dihargai sebesar 35 ribu rupiah, cukup murah memang jika dibangdingkan dengan warung sate kambing yang lain. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan bahan bakunya berupa kambing balibul (bawah lima bulan) bisa didapat dengan mudah. Karena mungkin di desa , rumput tinggal ambil secara gratis…..

Selain menu kambing, menu ayamnya juga dijamin maknyoos dikarenakan berbahan alami yakni ayam kampung. Satu porsinya dihargai sebesar 20-25 ribu rupiah tergantung dari besar kecilnya ayam dan dijamin ketagihan. Sebelumnya ayam telah di ungkep dulu dengan bumbu-bumbu hingga meresap, kemudian digoreng atau dibakar sesuai dengan pesanan.

Ayam bakar

Baca Juga :

Nendangnya Sate Yani

Gado-gado Keponggok, Mamang Mak Nyussss

Kemudian menu uraban dan lodeh tempe juga patut dicoba, karena menu ini khas ndesonya

lodeh tempe
Uraban

Kalau kalian suka dan ingin menikmati kuliner sate makama dan ayam goengnya bisa langsung kesana, dijamin tidak menguras kocek. Walaupun sate ndeso tempaynya sudah bisa dicari sama google maps loh. Jangan lupa ini link google mapsnya https://goo.gl/maps/SaHQFXx5fu4XNqaV9 (*)

Puncak Sendaren Riwayatmu Kini

Booming Wisata selfi di tahun 2013an membuat banyak pihak untuk membuat spot selfi yang menarik, salah satunya adalah wisata puncak Sendaren yang berada di desa Panusupan Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga.

Secara global spot selfi ini mengalami naik turun, pada tahun 2016 spot selfi ini sempat vakum, kemudian muncul kembali sejak buka Juli 2020 oleh Bupati Purbalingga. Gaung puncak Sendaren kembali menggeliat, namun adanya pandemi Covid-19 kembali sepi.

Arif Setiyono salah satu pengelolaan wisata Puncak Sendaren mengatakan sudah hampir satu tahun Wisata Puncak Sendaren beroperasi lagi. Ada beberapa wahana yang diperbaiki antara lain jembatan kalendra, jembatan senggani dan jembatan elang pas di puncak Sendaren.

“Alhamdulillah walaupun tidak terlalu banyak setiap harinya ada wisatawan yang datang. Kalau dulu sekitar 200-300 wisatawan perminggu, sekarang dimasa pandemi berkurang drastis, sekitar 100-an dalam seminggu,” katanya.

Baca Juga :

Siregol Land, Wisata Alam Yang Menakjubkan

Green Sabin, Ekowisata Pertama di Jateng

Untuk tiket masuk sebesar 10 ribu rupiah, sudah termasuk tiket parkir. Dana yang terkumpul sebagian digunakan untuk operasional dan sebagian kembali ke masyarakat. Karena dalam pembangunan Puncak Sendaren merupakan murni dana swadaya masyarakat, kata Arif.

Kalau dilihat dari perubahan sekarang memang akses menuju Puncak Sendaren sudah lumayan bagus, sudah bisa dilalui kendaraan roda 2 maupun 4, kalau dulu masih berupa jalan setapak.

Agar sampai ke are parkir, kendaraan juga harus prima, karena jalannya masih makadam dengan ketinggian yang lumayan ekstrim. Di beberapa titik jalan masih terlihat licin karena ada sebagian yang masih berupa tanah. Disalah satu tikik jalan pengendara harus ekstra hati-hati karena harus melewati satu anak sungai, yang disebelahnya merupakan bibir jurang.

Dibutuhkan keberanian dan keprimaan kendaraan, kalau misalnya tidak tidak punya keberanian atau kendaraan kurang prima jangan harap bisa naik, karena bisa berakibat fatal, kendaraan bisa jatuh atau tidak mundur kebelakang. Untuk itu biasanya sama petugas tiket disarankan kendaraan di titipkan di depan pintu masuk dan dijamin aman.

Dengan bekal semangat 45′ kami pun melanjutkan perjalanan dengan kendaraan roda dua. Pantang mundur kebelakang sebelum dicoba “gayanya he….he…”

Baca Juga :

Curung Matras, Wisata Baru Desa Kramat

Karangmoncol Destinasi “Hampala Wild Fishing”

Setelah sampai tempat parkir, kami disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya. Pertama kita akan di sambut oleh patung kuda dan tulisan Puncak Sendaren warna putih yang terbuat akrilik.

Sekedar melepas penat dan rasa deg-degan karena melalui medan yang cukup ekstrim, kami bersantai dulu di bebatuan yang mirip meja dan kita bisa duduk di sana untuk sekedar memandang alam semesta di bawah bak hamparan permadani kebiruan.

Setelah penatnya hilang kam teruskan menuju jembatan kalender jembatan selfi pertama. Untuk sampai kesana kita harus melewati ratusan anak tangga dan dikanan-kirinya tempat untuk istirahat, seperti bangku dan juga ada berbagai bangunan, seperti warung atau stand-stand.

Kalau dilihat agak kurang terawat, namun bisa dimaklumi karena jumlah pengunjung nya sepi, sehingga biaya perawatan harus dikurangi. Disana juga ada toilet, cukup bersih dan airnya terus mengalir dikarenakan bersumber dari mati air pengunungan.

Sampai Jembatan Kalendra, harus atur nafas dulu maklum nafas tua dan jarang berolahraga he….he….. Jembatan Kalendra ini terlihat kokoh karena terbuat dari besi bercat merah. Sering juga dinamakan jembatan merah oleh sebagian orang.

Diatas jembatan kita bisa melihat view pemandangan alam yang luar biasa, dan bisa berselfie ria.

Salah satu pengunjung, Riko dari Kalimanah mengatakan dengan melihat keindahan pemandangan capai perjalanan sebanding dengan apak yang dilihat. Sepi memang karena adanya pandemi, namun keuntungan kita bisa berlama-lama menikmati lukisan alam semesta.

” Kalau sudah selesai pandemi, wisata ini bisa menjadi alternatif yang menarik. Cukup rekomendid, dan bisa ramai-ramai kesini,” katanya.

Mohon maaf kami tidak sampai ke 2 jembatan lainnya dikarenakan tenaga sudah gempor, he…he… akhirnya kami pun turun dikarenakan mendung sudah bergelayut di atas awan. Karena kalau kami tidak cepat-cepat turun jalan bisa bertambah licin dan dapat membahayakan.

Jika kalian penasaran kalian bisa datang ke Puncak Sendaren, namun protokol kesehatan tetap harus dilakukan, jangan banyak-banyak bawa teman. Perlu diingat harus bawa bekal minimal air mineral, dikarenakan disana warung belum buka. Wasalam….(16/1/2021)

Bisa juga di lihat di Chenel YouTube kami

Perjalanan ke Puncak Sendaren, sangat menakjubkan!!!

RSS
Follow by Email
WhatsApp