SobatInspirasi, Yogi Sutrisno (31 tahun) salah satu warga Dusun Melung Desa Larangan Kecamatan Pengadegan yang telah membangakan Purbalingga lewat karyanya yakni jam tangan antik yang terbuat dari kayu. Ide untuk membuat kayu dimulai sejak awal tahun 2017 sampai saat ini. Yakni di mulai dari kegagalannya berbagai usahanya di bidang handycraf.
Yogi bercerita semenjak lulus SMK Kaligondang tahun 2011, dianya mulai usaha pembuatan boneka Jepang kemudian mengalami penurunan tahun 2015 hingga tidak berproduksi lagi. Kemudian, Yogi pun banting setir memulai usaha pemotongan ayam, namun usaha ini belum menggembirakan secara signifikan.
Awal tahun 2017, Yogi mendapatkan rekemondasi dari teman untuk membuat jam tangan dari kayu. Yogi pun tertarik dan mulai googling terkait dengan cara pembuatan jam tangan. Berbagai eksperimen jam tanganpun dibuatnya namun terus mengalami kegagalan, namun dari berbagai kegagalan ini Yogi tak putus arang.
Selama 1,5 tahun mengalami kegagalan, sekitar pertengahan tahun 2018 baru bisa menjual jam tangannya, sampai saat ini penjualannya satu bulan sekitar 40 picis yang dijual per picisnya sekitar 400-500 ribu rupiah. “Alhamdulillah penjualannya lumayan banyak, omset sampai saat ini bisa mencapai 30 juta perbulannya,” katanya sambil memotong bahan jam dengan menggunakan gergaji mesin.

Penjualan dilakukan secara online di Tokopedia dan Sopee yakni di lapak “Halba_Indonesia”. Para penggemar dari rata-rata anak muda seaontero Indonesia. Yogi mengatakan pernah ada kostumer dari Singapura, namun belum bisa dilayani dikarenakan antara biaya onkir dan jamnya hamper sama sehingga belum bisa dilakukan.
Bahan kayu berasal dari daerah Banjarnegara dan Cinangsi yang merupakan kayu limbah-limbah sisa pemotongan. Namun ayu limbah tapi tidak sembarang limbah yang mempunyai warna, serat dan kekerasan bagus. Jenisnya ada dua yakni sono keeling dan kayu maple yang merupakan kayu impor.
“ Untuk finishing kami tidak mengunakan pewarna kayu asli, warna kayu dibiarkan secara natural. Takutnya jika memakai pewarna ada kulit yang sensitive sehingga tidak dilakukan pewarnaan, hanya dilakukan pernis saja,” katanya.
Karena dibutuhkan ketelatenan yang super, sampai saat ini Yogi hanya dibantu oleh satu orang karyawan tetap, namun jika pesanan membludak kadang harus melibatkan tetangga workshopnya. Sampai saat ini kerajinan jam kayu di Purbalingga masih sangat terbatas, dikarenakan prosesnya membutuhkan ketelitian yang super.

Selain melalui penjualan secara online, untuk meningkatkan penjualannya Yogi sering mengikuti kegiatan festival-festival yang di lakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Berbagai penghargaan telah didapatnya seperti penghargaan dari JD.ID. Juga sering join dengan beberapa temannya untuk membuat sebuah konten di berbagai platform media social.
“ Untuk membuat sebuah kesuksesan, diperlukan ketelatenan, pantang menyerah dan melihat peluang pasar yang ada, jangan hanya mengandalkan bantuan pemerintah saja,” pungkasnya (dy)