Yang Tersisa Di Jembatan Cinta

Sobat Inspirasi, Awal Tahun 2015an tren wisata selfie sangat menjamur, semua desa dan semua tempat yang mempunyai view yang menarik berlomba-lomba membuat wisata selfie. Begitu juga ada di dusun Tipar, Kadus 2 RT 03/RW 04 Desa Panusupan Kecamatan Rembang ada wisata yang booming saat itu yakni Wisata Jembatan Cinta Pring Wulung.

Namun saat prahara pandemi Covid-19 ini yang sudah satu tahun ini, semua arena wisata mengalami “keterbengkalaian” begitu juga dengan wisata Jembatan Cinta Pring Wulung ini, yang dikelola Pokdarwis Desa Panusupan

Terbengkalainya wisata ini, dikarenakan salah satunya kurangnya pemasukan “tiket” dari wisatawan yang datang. Keindahan yang dulu ada di digandrungi oleh kaum milenial sekarang tinggal sisa-sisanya.

Jembatan cinta yang dulu apik sekarang tak terawat. Padi yang dulunya menghijau dibawah jembatan cinta sekarang menjadi padang ilalang.

Kelihatan tak terawat dikarenakan tidak adanya pemasukan tiket

Gazebo pun banyak yang tak terawat, hanya atap memang kelihatan baru diperbaiki kelihatan dari multiroof yang masih bagus. Rumput-rumput pun menjulang tinggi, tak terawat. mungkin sudah berbulan-bulan tidak dicab

Untuk mengantisipasi agar wisata tidak merana Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan kebijakan memberikan bantuan kepada desa-desa wisata. Pemberian bantu bervariasi antara 100 juta -500 juta rupiah. Bantuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat.

Dari beberapa sumber yang diterima, Wisata Jembatan Cinta Pring Wulung juga menerima bantuan dari Pemprov Jateng pada tahun 2020 yang lalu. Bantuan ini dapat kami lihat dengan adanya beberapa perubahan seperti pembuatan loket masuk. Adanya penambahan jembatan yang terbuat dari besi kurang lebih sepanjang 20 meter. Kemudian juga adanya perbaikan jalan menuju tempat wisata.

Penambahan arena jembatan

Menghadapi era kebiasaan baru di dunia wisata, pada Juli 2020, Kemenparekraf menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Protokol tersebut disusun berdasarkan empat isu utama, yaitu kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.

Protokol yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan tersebut kemudian diturunkan menjadi buku Panduan Protokol Kesehatan untuk Sektor Ekonomi Kreatif pada Juli 2020. Panduan ini ditujukan bagi penghasil, pelaku, pengelola, karyawan, tamu dan klien dari produk dan jasa kreatif sehingga dapat tetap produktif dan merasa aman di tengah pandemi COVID-19.

Sehingga dengan adanya bantuan bagi desa wisata dan standar protokol kesehatan untuk wisata serta juga adanya gerakan BISA (Bersih, Indah, Sehat dan Aman) harapan wisata bisa bergeliat kembali. (Sap’$)

Kakek Usia 75 Tahun Masih Kuat Menambang Pasir

Sobat Inspirasi, Suteri, walaupun sudah berumur namun masih terlihat kuat untuk membawanya pasir atau batu dari sungai ke area pangkalan. Jarak dari area pencarian batu dan pasir sekitar 20 meter. Dengan gerobak angkongnya Suteri berjalan menyusuri Sungai Karang untuk mencari penghasilan dimasa senjanya.

” Saya tidak mau hanya dikasih makan sama anak, namun selama lutut saya masih bisa menopang tubuh maka saya akan terus bekerja. Dan harapannya sampai akhir hayat akan terus bekerja. Walaupun kerjanya sekarang sudah tidak maksimal seperti dulu semasa mudanya,” kata Suteri dalam bahasa jawanya.

Suteri merupakan salah satu penambang galian C tradisional yang ada di pangkalan Desa Rajawana, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga. Adanya penambangan galian C meningkatkan geliat ekonomi bagi sebagian warga desa.

Dengan adanya penambangan pasir dan batu mereka bisa hidup, bisa menyekolahkan anak-anaknya dan juga bisa untuk mencicil kendaraan roda dua. Kalau di desa lain terjadi penolakan akibat galian C, di tempat pangkalan Suteri tidak ada gejolak dikarenakan mereka menambangnya secara tradisional.

Tidak ada lahan yang terkeruk habis, tidak ada lahan yang longsor, tidak ada jalan “insfratruktur” yang menjadi wisata jeglongan sewu. Kearifan lokal selalu diterapkan guna kelestarian lingkungan, batu dan pasir akan selalu hadir seiring dengan derasnya aliran sungai, sehingga tidak perlu ngoyo, dan selalu mensyukuri apa yang didapat hari itu.

Untuk setiap harinya Suteri menargetkan pendapatan sekitar 10 ribu rupiah per hari, insyallah didapatkan, baik itu berupa pasir atau batu. Pendapatan digunakan untuk membantu ekonomi keluarga dan membeli lintingan tembakau.

Suteri juga bercerita dimasa mudanya merupakan sopir oplet, jurusan Rembang -Bobotsari. Setelah masa kejayaan oplet selesai kemudian beralih ke sulit truk. Pensiunan dari sopir, dikarenakan sudah merasa tua, jarak pandangnya sudah terbatas.

Untuk menjadi sopir truk juga harus mempunyai modal operasional yakni untuk membeli BBM. Kurang lebih 300 ribu rupiah harus di rogoh dari koceknya, namun pendapatan jadi sopir, sekarang tidak sebanding dengan capaiannya. Paling banter hanya 50-100 ribu rupiah seharinya.

Ditahun 90 akhirnya, Suteri memutuskan untuk berhenti dari supir truk. Berganti menjadi penambangan pasir bersama warga yang lainnya. Pekerjaannya lebih santai, lebih dekat dari rumah, walaupun penghasilan sedikit berkurang, namun lebih banyak berkumpul bersama keluarga.

Satu rit Colt terbuka hasil tambangnya berupa pasir atau batu dihargai 90 ribu rupiah. Kalau sehari bisa menjual 2 rit sudah dapat 180 ribu, lumayanlah untuk bisa membantu ekonomi keluarga.

Anak pertamanya dan cucunya pun mengikuti jejaknya jadi penambangan pasir dan batu. Suteri mempunyai 7 anak yang semuanya sudah berkeluarga, ada yang dicilacap, ada yang di Banjarnegara, dan sisanya ada di sekitar kabupaten Purbalingga.

Suteri berkeluh kesah, jika dulu bersekolah mungkin nasibnya tidak seperti sekarang, menjadi penambangan pasir. Namun demikian Suteri tidak pernah putus asa. Suteri masih terlihat sehat dan kuat. (Sap’S)

Kisah Petani Cincau Ditengah Pandemi

Bukan hanya buruh pabrik, bukan hanya penjual kaki lima di trotoar, bukan hanya tempat wisata juga bukan hanya para seniman yang mengalami efek pandemi. Nujiaanto (53 tahun) seorang petani cincau juga mengalami efek dari pandemi ini.

Harga cincau yang dulu menjanjikan sekarang harus harus merosot tajam dikarenakan pandemi yang belum berakhir. Dulu sebelum pandemi harga cincau satu kg nya di hargai Rp 25 ribu sekarang dihargai cuma Rp 8 ribu.

Penurunan ini disebabkan pedagang pengepul sudah tidak bisa memasok bahan baku cincau hitam yang biasa disebut janggelan untuk ekspor lagi. Ekspor yang biasanya ke Thailand, Malaysia, Singapura dan Thailand, dihentikan sementara karena kurangnya permintaan dari supplier.

Secara matematis, Nujianto dan petani cincau lainnya merasa rugi, namun demikian Nujianto tetap menanam Cincau Hitam dikarenakan tidak ada penghasilan lainnya.

Baca Juga :

Peluang Usaha dimasa Pandemi Covid-19

Ironi petani karet, ditengah pesatnya industri otomotif

Seperempat hektar lahan kebunnya, bisa menghasilkan 5 kuintal cincau kering. Kalau dijual bisa menghasilkan sekitar Rp 4 juta. Cincau bisa dipanen sekitar umur 4 bulanan sehingga rata-rata penghasilan nya sekitar 1 juta.

Itupun belum ongkos “tenaga” untuk merawat cincau salama 4 bulan belum dihitung, serta tenaga untuk menjemur cincau. Agar kering betul dibutuhkan kurang lebih 10 hari untuk menjemur cincau.

Cincau yang sudah kering kemudian digulung dengan tali dan dijual kepada pengepul. Agar penghasilan tidak rugi, disela-sela tanaman cincau, oleh Nujianto ditanami kapulaga yang dipanen satu tahun 2 kali.

Bagi para pembaca yang budiman, untuk membantu para petani Cincau mari kita budayakan untuk membeli produk cincau dan turunannya. Seperti Es Cincau, Cappucino cincau, Teh Cincau, Cincau susu dan produk minuman dan makanan olahan lainnya.

Juga perlu diketahui juga cincau juga mempunyai berbagai manfaat, selain mengobati rasa lapar juga bisa untuk mengobati penyakit. Seperti penurunan panas dalam, demam, sakit perut, diare, batuk, sariawan, pencegahan gangguan pencernaan dan sebagai penurun tekanan darah tinggi. (18/1/2021)

Asa Petani Cincau

Puncak Sendaren Riwayatmu Kini

Booming Wisata selfi di tahun 2013an membuat banyak pihak untuk membuat spot selfi yang menarik, salah satunya adalah wisata puncak Sendaren yang berada di desa Panusupan Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga.

Secara global spot selfi ini mengalami naik turun, pada tahun 2016 spot selfi ini sempat vakum, kemudian muncul kembali sejak buka Juli 2020 oleh Bupati Purbalingga. Gaung puncak Sendaren kembali menggeliat, namun adanya pandemi Covid-19 kembali sepi.

Arif Setiyono salah satu pengelolaan wisata Puncak Sendaren mengatakan sudah hampir satu tahun Wisata Puncak Sendaren beroperasi lagi. Ada beberapa wahana yang diperbaiki antara lain jembatan kalendra, jembatan senggani dan jembatan elang pas di puncak Sendaren.

“Alhamdulillah walaupun tidak terlalu banyak setiap harinya ada wisatawan yang datang. Kalau dulu sekitar 200-300 wisatawan perminggu, sekarang dimasa pandemi berkurang drastis, sekitar 100-an dalam seminggu,” katanya.

Baca Juga :

Siregol Land, Wisata Alam Yang Menakjubkan

Green Sabin, Ekowisata Pertama di Jateng

Untuk tiket masuk sebesar 10 ribu rupiah, sudah termasuk tiket parkir. Dana yang terkumpul sebagian digunakan untuk operasional dan sebagian kembali ke masyarakat. Karena dalam pembangunan Puncak Sendaren merupakan murni dana swadaya masyarakat, kata Arif.

Kalau dilihat dari perubahan sekarang memang akses menuju Puncak Sendaren sudah lumayan bagus, sudah bisa dilalui kendaraan roda 2 maupun 4, kalau dulu masih berupa jalan setapak.

Agar sampai ke are parkir, kendaraan juga harus prima, karena jalannya masih makadam dengan ketinggian yang lumayan ekstrim. Di beberapa titik jalan masih terlihat licin karena ada sebagian yang masih berupa tanah. Disalah satu tikik jalan pengendara harus ekstra hati-hati karena harus melewati satu anak sungai, yang disebelahnya merupakan bibir jurang.

Dibutuhkan keberanian dan keprimaan kendaraan, kalau misalnya tidak tidak punya keberanian atau kendaraan kurang prima jangan harap bisa naik, karena bisa berakibat fatal, kendaraan bisa jatuh atau tidak mundur kebelakang. Untuk itu biasanya sama petugas tiket disarankan kendaraan di titipkan di depan pintu masuk dan dijamin aman.

Dengan bekal semangat 45′ kami pun melanjutkan perjalanan dengan kendaraan roda dua. Pantang mundur kebelakang sebelum dicoba “gayanya he….he…”

Baca Juga :

Curung Matras, Wisata Baru Desa Kramat

Karangmoncol Destinasi “Hampala Wild Fishing”

Setelah sampai tempat parkir, kami disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya. Pertama kita akan di sambut oleh patung kuda dan tulisan Puncak Sendaren warna putih yang terbuat akrilik.

Sekedar melepas penat dan rasa deg-degan karena melalui medan yang cukup ekstrim, kami bersantai dulu di bebatuan yang mirip meja dan kita bisa duduk di sana untuk sekedar memandang alam semesta di bawah bak hamparan permadani kebiruan.

Setelah penatnya hilang kam teruskan menuju jembatan kalender jembatan selfi pertama. Untuk sampai kesana kita harus melewati ratusan anak tangga dan dikanan-kirinya tempat untuk istirahat, seperti bangku dan juga ada berbagai bangunan, seperti warung atau stand-stand.

Kalau dilihat agak kurang terawat, namun bisa dimaklumi karena jumlah pengunjung nya sepi, sehingga biaya perawatan harus dikurangi. Disana juga ada toilet, cukup bersih dan airnya terus mengalir dikarenakan bersumber dari mati air pengunungan.

Sampai Jembatan Kalendra, harus atur nafas dulu maklum nafas tua dan jarang berolahraga he….he….. Jembatan Kalendra ini terlihat kokoh karena terbuat dari besi bercat merah. Sering juga dinamakan jembatan merah oleh sebagian orang.

Diatas jembatan kita bisa melihat view pemandangan alam yang luar biasa, dan bisa berselfie ria.

Salah satu pengunjung, Riko dari Kalimanah mengatakan dengan melihat keindahan pemandangan capai perjalanan sebanding dengan apak yang dilihat. Sepi memang karena adanya pandemi, namun keuntungan kita bisa berlama-lama menikmati lukisan alam semesta.

” Kalau sudah selesai pandemi, wisata ini bisa menjadi alternatif yang menarik. Cukup rekomendid, dan bisa ramai-ramai kesini,” katanya.

Mohon maaf kami tidak sampai ke 2 jembatan lainnya dikarenakan tenaga sudah gempor, he…he… akhirnya kami pun turun dikarenakan mendung sudah bergelayut di atas awan. Karena kalau kami tidak cepat-cepat turun jalan bisa bertambah licin dan dapat membahayakan.

Jika kalian penasaran kalian bisa datang ke Puncak Sendaren, namun protokol kesehatan tetap harus dilakukan, jangan banyak-banyak bawa teman. Perlu diingat harus bawa bekal minimal air mineral, dikarenakan disana warung belum buka. Wasalam….(16/1/2021)

Bisa juga di lihat di Chenel YouTube kami

Perjalanan ke Puncak Sendaren, sangat menakjubkan!!!

RSS
Follow by Email
WhatsApp