Kelakuan Penambangan Pasir Yang Nyeleneh

Sobat Inspirasi, biasanya penambangan pasir menggunakan keranjang yang dipikul untuk mengangkut dari sungai ke daratan, kali ini ada yang nyeleneh dan unik yang dilakukan oleh 3 orang penambang pasir asal Desa Sirau Kecamatan Karangmoncol

Yakni mengangkut pasir dengan menggunakan potongan drum bekas yang digantung dengan tali sling dan di tarik dengan sepeda motor, semacam kereta gantung

Menurut Tarso salah satu penambang, ide untuk mengangkut pasir berasal dari melihat salah satu content di YouTube. Yakni bagaimana caranya mengangkut pasir dari bawah ke atas dengan kecuraman yang ekstrim.

Jika pasir dari Sungai Tambra harus dipikul atau digendong, beresiko dikarenakan jalan yang terjal dan ekstrim dan bisa mengancam keselamatan jiwa jika terjatuh.

Bisa dilihat di Chenel di atas

Kedalaman jurang bisa mencapai 90an meter dengan posisi kemiringan sekitar 80-90 derajat. Tarso kemudian menggandeng dua rekan kerjanya yakni Tarmono dan Minarto untuk membuat alat drum gantung guna mengangkut pasir ke jalan agar mudah di bawa dengan kendaraan Colt terbuka.

Dengan modal patungan sekitar 13 juta rupiah mereka merancang drum gantung. Uang patungan digunakan untuk membeli tali sling sepanjang 100 meter, besi untuk gantung sling, tali tambang besar sebagai penarik dan sepeda motor.

Penambang pasir menurut Tarso telah dilakukan sejak tahun 2018, namun sempat vakum dikarenakan tiga bulan yang lalu motor penarik drum dicuri maling. “Kami sempat menganggur selama 3 bulan, tidak menambang pasir. Setelah kami mendapatkan motor lagi seharga Rp 3 juta baru kami menambang pasir kembali,” katanya

Pasir yang sudah di angku dari bawah keatas

Dalam sehari Tarso bersama dua temannya bisa mendapatkan lima rit pasir ukuran kendaraan Colt terbuka. Satu ritnya dijual 110 ribu rupiah ditempat. Sehingga 550 ribu rupiah didapatkan. Setiap harinya Tarso harus mengeluarkan biaya operasional kurang lebih 100 rb yakni untuk membeli BBM pertalite 2 liter dan sisanya untuk biaya perbaikan alat.

Jika dihitung, pendapatan Tarso dan kedua rekannya sehari bisa mengantongi uang sekitar 150 ribu rupiah perorangan. Pasir laris manis dibeli oleh masyarakat sekitar dikarenakan desa Sirau jauh dari sentra tambang pasir.

Mereka menambang pasir mulai jam 8 pagi, bersama-sama mengumpulkan pasir ditepi sungai, setelah terkumpul banyak. Sekitar jam 11an pasir sudah mulai diangkut ke atas dengan menggunakan drum gantun

Satu orang bertugas dibawah guna menaikan pasir ke drum. Dua orang lainnya berada diatas, satu yang bertugas menangkap drum dan membuka tutup drum agar pasir bisa jatuh tanah. Satu orang lagi bertugas menghidupkan motor sebagai penarik drum.

Pelek roda belakang yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa berfungsi sebagai penarik tali tambang yang dikaitkan dengan dengan 2 kerekan atas dan bawah yang ditautkan di besi penyangga.

Ngarai yang ekstrim

Kerekan berfungsi mengurangi gaya gesek sehingga lebih mudah menariknya keatas. Sebagaimana diketahui bersama kontur tanah Sirau yang naik turun “ekstrim” sehingga biaya distribusi barang menjadi tinggi.

Dengan adanya penambangan pasir menggunakan drum gantung menjadi biaya angkut lebih murah. Kualitas pasir pun tak kalah dengan pasir yang ada di daerah bawah.

Melihat prospek sebagai penambang pasir lebih menguntungkan, Tarso yang dulunya be
rprofesi sebagai sopir sekarang beralih menjadi penambangan pasir. Sedangkan dua rekannya juga beralih dari petani menjadi penambangan pasir.

Menjadi penambangan pasir secara manual diharapkan bisa mengubah kehidupan ekonomi menjadi lebih baik. Namun tentunya harus melihat aspek kelestarian lingkungan, jangan sampai lingkungan menjadi rusak karena penambang galian C secara brutal. (Sap’$)

Kakek Usia 75 Tahun Masih Kuat Menambang Pasir

Sobat Inspirasi, Suteri, walaupun sudah berumur namun masih terlihat kuat untuk membawanya pasir atau batu dari sungai ke area pangkalan. Jarak dari area pencarian batu dan pasir sekitar 20 meter. Dengan gerobak angkongnya Suteri berjalan menyusuri Sungai Karang untuk mencari penghasilan dimasa senjanya.

” Saya tidak mau hanya dikasih makan sama anak, namun selama lutut saya masih bisa menopang tubuh maka saya akan terus bekerja. Dan harapannya sampai akhir hayat akan terus bekerja. Walaupun kerjanya sekarang sudah tidak maksimal seperti dulu semasa mudanya,” kata Suteri dalam bahasa jawanya.

Suteri merupakan salah satu penambang galian C tradisional yang ada di pangkalan Desa Rajawana, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga. Adanya penambangan galian C meningkatkan geliat ekonomi bagi sebagian warga desa.

Dengan adanya penambangan pasir dan batu mereka bisa hidup, bisa menyekolahkan anak-anaknya dan juga bisa untuk mencicil kendaraan roda dua. Kalau di desa lain terjadi penolakan akibat galian C, di tempat pangkalan Suteri tidak ada gejolak dikarenakan mereka menambangnya secara tradisional.

Tidak ada lahan yang terkeruk habis, tidak ada lahan yang longsor, tidak ada jalan “insfratruktur” yang menjadi wisata jeglongan sewu. Kearifan lokal selalu diterapkan guna kelestarian lingkungan, batu dan pasir akan selalu hadir seiring dengan derasnya aliran sungai, sehingga tidak perlu ngoyo, dan selalu mensyukuri apa yang didapat hari itu.

Untuk setiap harinya Suteri menargetkan pendapatan sekitar 10 ribu rupiah per hari, insyallah didapatkan, baik itu berupa pasir atau batu. Pendapatan digunakan untuk membantu ekonomi keluarga dan membeli lintingan tembakau.

Suteri juga bercerita dimasa mudanya merupakan sopir oplet, jurusan Rembang -Bobotsari. Setelah masa kejayaan oplet selesai kemudian beralih ke sulit truk. Pensiunan dari sopir, dikarenakan sudah merasa tua, jarak pandangnya sudah terbatas.

Untuk menjadi sopir truk juga harus mempunyai modal operasional yakni untuk membeli BBM. Kurang lebih 300 ribu rupiah harus di rogoh dari koceknya, namun pendapatan jadi sopir, sekarang tidak sebanding dengan capaiannya. Paling banter hanya 50-100 ribu rupiah seharinya.

Ditahun 90 akhirnya, Suteri memutuskan untuk berhenti dari supir truk. Berganti menjadi penambangan pasir bersama warga yang lainnya. Pekerjaannya lebih santai, lebih dekat dari rumah, walaupun penghasilan sedikit berkurang, namun lebih banyak berkumpul bersama keluarga.

Satu rit Colt terbuka hasil tambangnya berupa pasir atau batu dihargai 90 ribu rupiah. Kalau sehari bisa menjual 2 rit sudah dapat 180 ribu, lumayanlah untuk bisa membantu ekonomi keluarga.

Anak pertamanya dan cucunya pun mengikuti jejaknya jadi penambangan pasir dan batu. Suteri mempunyai 7 anak yang semuanya sudah berkeluarga, ada yang dicilacap, ada yang di Banjarnegara, dan sisanya ada di sekitar kabupaten Purbalingga.

Suteri berkeluh kesah, jika dulu bersekolah mungkin nasibnya tidak seperti sekarang, menjadi penambangan pasir. Namun demikian Suteri tidak pernah putus asa. Suteri masih terlihat sehat dan kuat. (Sap’S)

RSS
Follow by Email
WhatsApp